Kamis, 04 Juli 2013

PERKEMBANGAN CERITA PENDEK 1960-1970-AN



PERKEMBANGAN CERITA PENDEK INDONESIA ANGKATAN 1960-1970-AN







Oleh: Weda Sasmita Atmanegara
NIM: 12210141018
Mata Kuliah : Sejarah Sastra
Dosen Pengampu: Drs. Maman Suryaman, M. Pd
Program Studi: Bahasa dan Sastra Indonesia
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Sejarah Sastra







FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013

Sekapur Sirih

            Cerita pendek (cerpen) Indonesia merupakan sebuah genre sastra modern yang mulai berkembang pada dekade tahun 1930-an. Sangat menarik untuk dicatat bahwa dua orang perintis penulisan cerpen Indonesia, yakni Muhammad Kasim dan Suman Hs menulis cerpen yang jujur, segar, jernih dan sederhana. Efek tertawa gembira adalah tujuan yang hendak mereka capai dengan cerpen-cerpennya. Mereka banyak mengambil tokoh-tokoh rakyat biasa yang bodoh, yang dijadikan bulan-bulanan untuk berseloroh. Untuk lelucon-leluconnya itu, M. Kasim dan Suman Hs mencari segi-segi humor dalam kehidupan sehari-hari. Mereka sebenarnya menimba dan melanjutkan cerita-cerita lisan seperti Si Kabayan atau Demang Kedangkrang.
            Dalam perkembangan selanjutnya, sistem konvensi sastra yang sudah dirintis jalannya oleh M. Kasim dan Suman Hs ini tidak dilanjutkan oleh pengarang-pengarang lainnya. Dalam sejarah cerpen Indonesia hanya sekali itu timbul jenis cerita yang demikian: cerita yang penuh humor, optimis dalam kehidupan, dan yang mengangkat dan melanjutkan tradisi cerita rakyat tradisional.
            Dengan lenyapnya pengaruh cerita-cerita M. Kasim dan Suman Hs, maka lepaslah pula mata rantai penghubung dengan cerita rakyat tradisional nusantara. sebaliknya mulailah tradisi penulisan cerpen menurut konsep Barat, yang berorientasi pada masalah-masalah sosial maupun kedalaman ide pemikiran. Ini berarti, model cerita ‘asli’ itu tidak memasuki arus utama cerpen Indonesia, tidak menjadi ‘official’.
            Disamping itu, konvensi-konvensi sastra tidak pernah kaku dan statis melainkan selalu dalam proses perubahan dan pengembangan. Perubahan dapat terjadi secara internal, karena keinginan mencari pengucapan baru, menciptakan kejutan baru; tetapi juga yang bersifat eksternal, yakni disebabkan oleh perubahan sosial, intelektual, dan perubahan budaya lainnya (Wellek, 1989: 361). Perubahan-perubahan ini sesuai dengan hakikat pelembagaan sebuah genre sastra, yang berproses secara lamban untuk menjadi genre yang ‘official’ (Guillen, 1971: 125). Maksudnya, genre tersebut mendapat sambutan dari masyarakat sastra. Jika sambutan ini diberikan maka jenis itu telah menduduki arus utama tradisi sastra, menjadi ‘inner circle’. Jika tidak, maka ia berada di lingkaran luar sebagai arus pinggiran yang tidak pernah berhasil masuk ke lingkaran inti.
            Dalam bidang cerpen, tampak bahwa tradisi penuturan cerpen yang berakar dari khasanah sastra tradisional Indonesia yang bercirikan jujur, segar, jernih, optimmis dan sederhana tidak memasuki arus utama penulisan cerpen Indonesia modern, tidak menjadi ‘official’. Di lain pihak, tampak bahwa perkembangan cerpen dalam sastra Indonesia modern lebih cepat, dan lebih gampang pula menerima kebaruan-kebaruan yang asing.







Penulis


















Pembahasan Cerpen Angkatan 1960-1970-an

            Dalam simposion sastra yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1960, Ajip Rosidi memberikan sebuah prasarana tentang ‘Sumbangan Angkatan Terbaru Sastrawan Indonesia kepada Perkembangan Kesusastraan Indonesia.’ Dalam prasarana itu dicoba untuk mencari ciri-ciri yang membedakan Angkatan Terbaru dengan Angkatan ’45.Dan dalam seminar kesusastraan yang diselenggarakan oleh Fakultas Sastra Universitas Indonesia tahun 1963, Nugroho Notokusumo dalam ceramahnya yang berjudul “Soal Periodisasi dalam Sastra Indonesia”, mengemukakan bahwa memang ada periode baru sesudah tahun 50 yang tidak lagi bisa dimasukan ke dalam periode sebelumnya. Nugroho menekankan pada kenyataan bahwa para pengarang yang aktif mulai menulis pada periode 1950 adalah mereka yang mempunyai sebuah tradisi Indonesia sebagai titik-tolak. Sifat imitatif dari Belanda atau Eropa, melainkan ke seluruh dunia. Ditambah pula oleh penghargaan yang wajar kepada sastrawan-sastrawan.
            Para cerpenis angkatan tahun 1960an ini sebenarnya masih berkaitan dengan cerpen angkatan sebelumnya (angkatan 50-an). Seperti halnya cerpenis Ali Akbar Navis atau lebih dikenal dengan AA. Navis, yang menerbitkan kumpulan cerpennya berjudul Robohnya Surau Kami pada tahun 1956. Kumpulan cerpen AA. Navis selanjutnya berjudul Hujan Panas yang terbit pada tahun 1964 dan Bianglala yang terbit pada tahun 1964. Pada umumnya cerpen-cerpen Navis padat dan mempunyai latar belakang sosial psikologi yang luas. Banyak pula yang merupakan sindiran akan tingkah laku dan keimanan tokoh-tokohnya. Navis banyak mengeritik orang-orang yang melakukan syari’at agama (Islam) secara membuta dan taklid saja, karena menurut dia Islam harus dihayati secara rasionil dan penuh rasa perikemanusiaan. Berdasarkan buah tangannya yang nyata banyak mempersoalkan masalah-masalah keimanan dan keagamaan Islam, pantas benar Navis disebut sebagai seorang pengarang Islam.
            Trisnojuwono sudah mulai menulis cerpen-cerpen picisan pada tahun lima puluhan awal. Tetapi baru pada tahun 1955 cerpennya muncul dalam majalah sastra. Ia meninggalkan penulisan cerpen-cerpen picisannya dan mulai menulis secara sungguh-sungguh. Kumpulan cerpennya yang pertama Laki-Laki dan Mesiu (1957) mendapat hadiah sastra nasional dari BMKN. Tahun 1957-1958 kumpulan itu memuatkan kisah-kisah revolusi yang sebagian besar berdasarkan pengalaman-pengalaman sendiri. Cerpen –cerpen Trisnojuwono menarik karena ia melukiskan manusia dalam situasinya lengkap dengan ketakutan, nafsu berahi, kelemahan dan kekuatannya. Kumpulan cerpennya yang kedua berjudul Angin Laut (1958) tidak begitu meyakinkan. Kumpulan cerpennya yang berikutnya berjudul Di Medan Perang (1961) nilainya labih baik. Terutama cerpen Di Medan Perang yang dijadikan judul kumpulan ini sangat kuat dan mengesankan. Tak kelirulah kalau menganggap cerpen ini sebagai cerpen terbaik yang pernah ditulis oleh Trisnojuwono. Buku kumpulan cerpen terakhirnya ialah Kisah-Kisah Revolusi (1965).
            Toha Mohtar, pengarang yang sejak awal tahun lima puluhan produktif menulis cerpen-cerpen dalam majalah-majalah hiburan (anehnya tak pernah dia menulis dalam mejalah sastra atau kebudayaan). Toha Mohtar memulai cerpennya dengan cerpen bersambung berjudul Pulang yang dimuatkan dalam sebuah majalah umum hiburan. Cerpen bersambung tersebut lalu di buat menjadi roman dan terbit pada tahun 1958. Roman tersebut juga pernah di filmkan oleh Turino Djunaidi.
            Subagio Sastrowardojo, pengarang yang sebelumnya lebih dikenal sebagai penyair, mulai menerbitkan kumpulan cerpen berjudul Kedjantanan di Sumbing (1965). Bahasanya sangat jernih dan bersih. Lukisan-lukisan kejiwaan cerita-ceritanya sangat mengesan. Ia mempunyai keistimewaan dalam meneliti gerak-gerik batin pelaku-pelaku ceritanya. Cerpennya Perawan Tua sangat menyaran, melukiskan keadaan jiwa seorang gadis yang karena mau setia kepada kekasihnya yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda lalu menghadapi hidupnya yang sepi. Cerpen ini plotnya mengingatkan kita kepada cerpen Armijn Pane ‘Tujuan Hidup’, tetapi dalam pengerjaan dan pendalaman sangat jauh berbeda. Perawan Tua merupakan salah satu prosa terindah yang pernah ditulis dalam bahasa Indonesia.
            Motinggo Boesje, menulis beberapa kumpulan cerpen diantaranya yaitu, Keberanian Manusia (1962), Nasihat untuk Anakku (1963), dan Matahari Dalam Kelam (1963).
            Rijono Pratikto, cerpen-cerpennya dimuat dalam majalah terkemuka di Jakarta sejak tahun 1949. Antara tahun 1952-1956 Rijono adalah pengarang yang paling banyak menulis cerpen di Indonesia. Cerpen-cerpennya yangg pertama menunjukan sangat kuatnya pengaruh Idrus, baik dalam gaya maupun dalam imajinasinya. Cerpen-cerpen permulaan itu kemudian diterbitkan dengan judul Api dan Beberapa Tjerita Pendek Lain (1951). Tapi segara ia menemukan gaya dan dirinya sendiri. Cerpen-cerpennya kemudian mendapat ciri sebagai “cerita-cerita seram.” Cerpen-cerpen semacam itu sebagian yang terbaik dibukukan dalam Si Rangka dan Beberapa Tjerita Pendek Lain (1958).
            S.M. Ardan, mula-mula menulis sajak, kemudian cerpen dan esai serta kritik. Cerpen-cerpennya yang berdialek dan melukiskan kehidupan masyarakat rendah Jakarta dikumpulkan dalam Terang Bulan Terang Dikali (1955). Ardan menulis cerpen-cerpen yang bernuansa puitis. Ardan pernah pula menyadur cerita rakyat Jakarta yang terkenal ke dalam bentuk drama tetapi ditulis secara penulisan roman, yaitu Njai Dasima (1965).
            Sukanto S.A, banyak menulis cerpen, tetapi hanya sebagian saja yang dimuat delam kumpulannya Bulan Merah (1958). Ia kemudian lebih banyak mencurahkan minatnya kepada penulisan cerita kanak-kanak.
            Alex A’xandre Leo, menulis cerpen yang kemudian sebagian dikumpulkan menjadi buku berjudul Orang Jang Kembali (1956). Ia pun menulis serangkaian satira tentang Kisah-Kisah dari Negeri Kambing.
            Bokor Hutasuhut, pertama-tama menulis cerpen-cerpen yang kemudian sebagian dibukukan dalam kumpulannya Datang Malam (1963)
            Ali Audah lebih dikenal sebagai penterjemah sastra Arab. Tetapi ia sendiri pun menulis cerpen, antaranya yang dikumpulkannya dalam buku Malam Bimbang (1961). Buku-buku lainnya yang merupakan terjemahan sastra Arab modern antaranya ialah Suasana Bergema (1959) dari pengarang Mesir Hamid G dan masih banyak lagi sastra terjemahan lainnya.
            Suwardi Idris menulis cerpen-cerpen yang kemudian dibukukan, diantaranya yaitu Istri Seorang Sahabat (1963) dan Diluar Dugaan (1963). Suwardi banyak mengambil pengalaman-pengalamannya ketika ikut bersama PRRI untuk bahan-bahan cerpennya.
            Djamil Suherman, cerpen-cerpennya mempunyai keistimewaan karena melukiskan kehidupan di pesantren. Kemudian diterbitkan berupa buku dalam kumpulan berjudul Umi Kalsum dan Cerita-Cerita Pendek Lainnya (1963).
            M. Aiwan Tafsiri menulis cerpen-cerpen yang dimuat dalam majalah Kisah kebanyakan. Sebagian di antaranya dimuat dalam kumpulannya berjudul Lukisan Dinding (1963).
Bastari Asnin menulis cerpen-cerpen yang diantaranya pernah mendapat hadiah tahunan majalah Sastra tahun 1961 dan 1962. Kemudian diterbitkan berupa buku dalam dua kumpulan, yaitu Ditengah Padang (1962) dan Laki-Laki Berkuda (1963).

Pengarang Cerpen Wanita
            NH. Dini, mulai menulis cerpen-cerpen yang dimuat dalam majalah Kisah dan lain-lain. Pada cerpen-cerpen itu tidak ada lagi protes-protes yang berkisar soal-soal kewanitaan yang dunianya terjepit di tengah dunia laki-laki. Tokoh wanita Dini adalah manusia-manusia yang kalau pun berontak adalah berontak karena hendak memperjuangkan harga dirinya sebagai manusia. Dalam cerpen Dua Dunia dikisahkan Dini tentang Iswanti seorang janda muda yang sakit tiphus diceraikan suaminya karena si suami main gila dengan ibu tirinya sendiri. Cerpen itu kemudian bersama dengan beberapa buah cerpennya yang lain dibukukan dengan judul Dua Dunia (1956). Dalam cerpen-cerpen itu Dini menunjukan perhatiannya yang besar terhadap kepincangan-kepincangan sosial yang dia lihat terjadi di sekelilingnya. Misalnya dalam cerpennya ‘Kelahiran’ dan ‘Perempuan Warung.’
            Titi Said adalah seorang pengarang wanita yang banyak menulis cerpen. Cerpen-cerpennya kemudian dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul Perdjuangan dan Hati Perempuan (1962). Sebagian besar dari cerpen-cerpen yang dimuat dalam buku itu mengisahkan perjuangan dan perasaan hati perempuan. Cerpennya Maria dan Kalimutu merupakan cerpen-cerpen terbaik yang dimuat dalam buku tersebut.
            Tjahjaningsih muncul dengan sebuah kumpulan cerpennya Dua Kerinduan (1963). Kebanyakan cerpennya belum mayakinkan akan kematangannya. Yang dia berikan tidak lebih dari hanya harapan untuk masa depan.
            Sugiarti Siswadi banyak menulis cerpen yang dimuat dalam lembaran-lembaran penerbitan Lekra. Kumpulan cerpennya Sorga Dibumi terbit tahun 1960.
            Ernisiswati Hutomo banyak menulis cerpen yang antaranya dimuat dimajalah Sastra. Tapi belum banyak yang dibukukan.
            Enny Sumargo banyak mengumumkan buah tangannya berupa cerpen daerah (Yogyakarta, Semarang). Kini ia telah menerbitkan sebuah roman berjudul Sekeping Hati Perempuan (1969).

Cerpen Angkatan 70-an
            Cerpen-cerpen Indonesia pada tahun 1970-an seperti sengaja melepaskan diri dari konvensi cerpen sebelumnya. Ada inovasi (pembaharuan) dan pemberontakan terhadap wawasan estetik cerpen-cerpen periode sebelumnya. Itulah yang dimaksud dengan adanya kecenderungan baru, baik yang menyangkut tema cerita tokoh yang ditampilkan, alur cerita, maupun cara penyajiannya.
            Munculnya angkatan 70-an karena adanya pergeseran sikap berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru, baik dibidang puisi, prosa maupun drama. pergeseran ini mulai kelihatan setelah gagalnya kudeta G30/ S PKI. Dikenal beberapa tokoh pemula diantaranya yaitu, Danarto, Putu Wijaya, Kuntowijoyo, Fudoli Zaini dan Umar Kayam. Cerpen karya Danarto berjudul Godlob yang terbit pada tahun 1976 dan Adam Ma’rifat, memperllihatkan adanya penggalian mistisisme Jawa dan tasawuf, sedangkan kumpulan cerpen Kuntowijoyo dan Fudoli Zaini mengedepankan tema-tema sufistik. Yang sangat kuat mengungkapkan warna lokal budaya Jawa tampak pada cerpen-cerpen Umar Kayam, Sri Sumarah dan Bawuk. Sementara karya-karya Putu Wijaya yang cenderung menampilkan serangkaian teror mengengkat tema-tema keterasingan manusia perkotaan.
            Cerpenis-cerpenis angkatan 70-an yang karyanya termuat di Majalah Horison dan Koran Kompas, diantaranya yaitu, Sumartono dengan cerpennya yang berjudul ‘Ibu’ (1973). Selanjutnya, KZ. Suryawinata berjudul ‘Bendungan’ (1970). Wildan Yatim, dengan beberapa kumpulan cerpennya berjudul Saat Orang Berterus Terang (1974), Jalur Membenam (1974), Di Muka Pintu (1975), dan Pertengkaran (1976). Sedangkan karyanya yang berjudul Jalur Membenam sebelumnya pernah dimuat di Horison (1971). Dan Purnawan Tjondronegoro berjudul Keris yang dimuat di Horison tahun (1976).






Kesimpulan
Dalam simposion sastra yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1960, Ajip Rosidi memberikan sebuah prasarana tentang ‘Sumbangan Angkatan Terbaru Sastrawan Indonesia kepada Perkembangan Kesusastraan Indonesia.’ Dalam prasarana itu dicoba untuk mencari ciri-ciri yang membedakan Angkatan Terbaru dengan Angkatan ’45. Dan dalam seminar kesusastraan yang diselenggarakan oleh Fakultas Sastra Universitas Indonesia tahun 1963, Nugroho Notokusumo dalam ceramahnya yang berjudul “Soal Periodisasi dalam Sastra Indonesia”, mengemukakan bahwa memang ada periode baru sesudah tahun 50 yang tidak lagi bisa dimasukan ke dalam periode sebelumnya. Nugroho menekankan pada kenyataan bahwa para pengarang yang aktif mulai menulis pada periode 1950 adalah mereka yang mempunyai sebuah tradisi Indonesia sebagai titik-tolak. Sifat imitatif dari Belanda atau Eropa, melainkan ke seluruh dunia. Ditambah pula oleh penghargaan yang wajar kepada sastrawan-sastrawan. Para cerpenis angkatan tahun 1960an ini sebenarnya masih berkaitan dengan cerpen angkatan sebelumnya (angkatan 50-an).
            Cerpen-cerpen Indonesia pada tahun 1970-an seperti sengaja melepaskan diri dari konvensi cerpen sebelumnya. Ada inovasi (pembaharuan) dan pemberontakan terhadap wawasan estetik cerpen-cerpen periode sebelumnya. Itulah yang dimaksud dengan adanya kecenderungan baru, baik yang menyangkut tema cerita tokoh yang ditampilkan, alur cerita, maupun cara penyajiannya.
            Munculnya angkatan 70-an karena adanya pergeseran sikap berpikir dan bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru, baik dibidang puisi, prosa maupun drama. pergeseran ini mulai kelihatan setelah gagalnya kudeta G30/ S PKI.








Daftar Pustaka
Yapi Taum, Yoseph, 2011, Studi Sastra Lisan, Yogyakarta: Penerbit LAMALERA.
Rosidi, Ajip, Ikhtiar Sejarah Sastra, Penerbit Binacipta.
Rosidi, Ajip, 1969, Tjerita Pendek Indonesia, Jakarta:  PT. Gunung Agung.


0 komentar:

Posting Komentar

prev next