Selasa, 25 September 2018

"Saya Telah Kembali"

Setelah puasa yang begitu lama dari dunia blogger, saya ingin kembali menyapa pembaca. Saya sungguh-sungguh ingin kembali dan tidak akan menghilang dan berpuasa dari blog ini. Apakah selama saya tidak menulis di blog, saya berpuasa menulis? TIDAK. Sama sekali tidak. Saya masih menulis setiap waktu. 
Masih ingat kan, bahwa saya akan menghabiskan sisa hidup saya untuk menulis?
Di luar blog, saya menulis buku, artikel, esai, cerpen, yang karena beberapa hal tidak saya posting dalam blog ini. Saya juga disibukkan menjadi seorang editor.
Dan akhirnya, saya kembali lagi untuk mengisi blog ini. 
Semoga bermanfaat, dan selamat membaca suguhan dari saya.

Weda S. Atmanegara

Kamis, 12 Maret 2015

MENEMPUH JALAN KESUNYIAN: TENTANG SEBUAH PERJUANGAN HIDUP


          

Menempuh jalan kesunyian, itulah yang selalu diucapkan Ajo Kawir, ketika setiap orang menantangnya untuk berduel. Jagoan duel dari kampung Bojong Soang itu belajar dari ‘burung’-nya. Ia tak lagi mengutuki ‘burung’-nya yang tak bisa berdiri seperti saat Ajo Kawir berusia belasan tahun. Lelaki itu kini menjadi seorang supir truk dan menikmati liku jalanan lintas Jawa-Sumatra atau terkadang Jawa-Bali. Kehidupan seorang supir truk yang serba keras harus ia lalui hanya dengan seorang kenek berusia sembilan belas tahun untuk menempuh jalan kesunyian seperti yang dilakukan ‘burung’-nya.

Jumat, 23 Januari 2015

DARI KEJAUHAN: KULIHAT BUDDHA GAUTAMA



            Dari kejauhan, batu di tengah laut itu, tepatnya beberapa meter dari bibir pantai tampak seperti patung Buddha Gautama. Panorama ini dapat kita saksikan di Pantai Nampu, Wonogiri. Saya dan kawan-kawan berangkat dari Yogyakarta pukul 11 siang, dan menempuh perjalanan selama 6 jam, di luar perkiraan awal. Hal ini dikarenakan cuaca yang kurang mendukung dan beberapa halangan yang terjadi di jalan. Hujan menemani perjalanan kami dari Wonosari hingga tiba di lokasi. Kami bersembilan menuju ke lokasi dengan kendaraan bermotor.  

            Untuk menuju Pantai Nampu sendiri, jalanan yang kami tempuh cukup terjal dan naik turun serta beberapa tikungan tajam. Survivor deh pokoknya! Kalau teman-teman pernah naik Jet Coster, nah, seperti itulah rasanya. Terlebih di beberapa daerah kami menjumpai jalanan berlubang. Tetapi teman-teman tidak akan menyesal begitu memasuki perjalanan yang mulai memasuki Pantai Nampu. Sekitar 18 kilo menuju Pantai Nampu teman-teman akan menyaksikan gunung dengan batu karang di sepanjang jalan. Batu itu memiliki rongga seperti halnya batu karang yang terdapat di pantai-pantai.

Senin, 12 Januari 2015

Review


GUBERNUR NYENTRIK DI TANGAN SANGGAR ARCANA: REFLEKSI KRITIK SOSIAL ALA DONGENG

Oleh: Weda S. Atmanegara



       Sama halnya dengan karya sastra yang lain, drama pun memiliki kewajiban untuk menyampaikan pesan kepada para pembacanya. Dalam hal ini, drama dapat menyampaikan pesan melalui sebuah pementasan. Artinya, dari naskah (teks) dibawa ke atas panggung lengkap dengan aktor, setting, lighting dan pendukung pentas yang lain. Melalui pementasan, naskah drama akan lebih mudah menyampaikan pesan kepada para penikmatnya (penonton). Sebab, pementasan tersebut akan melaporkan berbagai macam peristiwa dari naskah yang diangkat menjadi sebuah adegan dengan cara yang khas.

       Membaca naskah Gubernur Nyentrik (Episode: Negeri Para Pelupa) untuk pertama kalinya, saya merasa dilempar pada beberapa adegan yang menurut saya hanya sebagai tempelan dan tidak memiliki penghubung yang baik. Namun di tangan Sanggar Arcana, usai menjalani proses dan menikmati pementasannya, saya merasakan kerja naskah yang sesungguhnya. Beberapa perubahan dan penambahan yang dilakukan dalam penggarapan naskah membantu menghubungkan fragmen-fragmen yang sempat terpenggal dan hanya menjadi tempelan. Meskipun demikian masih ada beberapa titik, peristiwa-peristiwa dalam adegan tersebut masih menjadi fragmen-fragmen yang tidak memiliki jembatan penghubung yang baik. Namun dari hasil pementasan, tampak bahwa Sanggar Arcana telah berusaha menampilkan teks sebagai sesuatu yang dimainkan. 

Selasa, 23 September 2014

PEREMPUAN DI NEGERI FIRAUN DALAM NOVEL PEREMPUAN DI TITIK NOL, KARYA NAWAL EL SAADAWI



            Berbagai masyarakat Arab, seperti juga negeri kita, berada dalam masa transisi, dan juga dalam proses modernisasi. Masalah nilai-nilai tradisional masih merupakan permasalahan yang belum terselesaikan, dan malahan di berbagai masyarakat pada taraf ini terasa seakan-akan amat sulit terselesaikan.
            Salah sebuah masyarakat tradisional yang menjadi bahan perdebatan dan malahan konflik ialah masalah kedudukan dan hak-hak wanita, baik di tengah masyarakat, maupun dalam hubungan langsung antara lelaki dan perempuan secara sosial juga pribadi, baik di dalam mupun di luar perkawinan. Kita dapat mengingat, bahwa perjuangan perempuan Indonesia untuk mendapat kedudukan yang lebih seimbang di dalam lembaga perkawinan telah memakan waktu puluhan tahun, dan baru dapat membawa perempuan Indonesia ke Undang-Undang Perkawinan yang beberapa tahun lampau ini telah diundangkan.
next