Novel
Maya karya Ayu Utami merupakan bagian
dari Seri Bilangan Fu, setelah sebelumnya terbit novel besar Bilangan Fu dan dua novel Seri Bilangan
Fu, Manjali dan Cakrabirawa serta Lalita. Novel Maya dalam Seri Bilangan Fu yang ketiga ini menghubungkan Seri
Bilangan Fu dengan novel dwilogi Saman
dan Larung. Tokoh-tokoh dalam novel Maya merupakan tokoh-tokoh besar novel
Bilangan Fu seperti Parang Jati, Suhubudi dan tiga tokoh lain yang hadir dari
novel dwilogi Saman dan Larung; Yasmin, Saman dan Larung.
Bila dalam novel Bilangan Fu lebih
filosofis, seri Maya ini lebih
merupakan perjalanan batin untuk banyak pemahaman. Pemahaman akan diri sendiri,
cinta, dan negara. Perjalanan batin ini bermula ketika Yasmin menerima tiga
pucuk surat dari kekasih gelapnya, Saman, setelah Saman dinyatakan hilang
selama dua tahun. Bersama suratnya, aktivis hak asasi manusia itu juga
mengirimkan sebutir batu akik. Untuk menjawab peristiwa misterius itu Yasmin
yang sesungguhnya sangat rasional dan kurang mempercayai hal-hal mistis datang
kepada seorang guru kebatinan, Suhubudi. Di padepokan guru kebatinan yang sekaligus
ayah Parang Jati, diketahui dulunya seringkali didatangi oleh Saman yang
sebelumnya bernama Frater Wisanggeni. Batu akik itu sendiri, Saman dapatkan
dari Parang Jati saat dirinya masih seorang frater.
Perjalanan batin yang dikisahkan
dalam novel tersebut syarat dengan nilai spiritual mistis, yang membuat Yasmin
harus percaya hal-hal yang menurutnya tidak rasional. Seperti ketika ia
kemudian mulai mencintai tokoh Maya yang digambarkan sebagai seorang perempuan
cebol dengan rambutnya yang serat-serat bening dan gigi-giginya yang ringis. Maya,
seorang perempuan dari anggota sirkus Klan Saduki yang umumnya berisi
makhluk-makhluk aneh dan tidak diterima di masyarakat. Tetapi makhluk-makhluk
tersebut justru mendapat ruang yang layak di lingkungan padepokan Suhubudi. Yasmin
tersihir oleh cinta yang aneh terhadap Maya saat perempuan berkaki pendek
tersebut memerankan sebagai Sita dalam sendratari Ramayana. Perempuan yang
selalu menyebut Semar sebagai Eyang Semar, Mahaguru yang memberi martabat pada
wujud-wujud tidak rupawan. Cinta yang tumbuh itu mengingatkan Yasmin akan cinta
Saman kepada Upi, seorang perempuan abnormal yang kepalanya menyerupai kepala
ikan. Keberadaan Yasmin di padepokan Suhubudi, tak lain juga adalah karena rasa
cinta. Rasa cinta pada kekasih gelapnya. Saman.
Perjalanan yang terjadi dalam novel
tersebut, juga melempar kita pada masa Reformasi 1998. Di mana keruntuhan
tersebut diakibatkan dari sebuah batu akik Semar yang tidak segera ditemukan
oleh presiden pada masa itu. Batu akik yang ditemukan Parang Jati, yang
kemudian diberikan kepada Frater Wisanggeni atau Saman merupakan batu yang
dibicarakan di pasar batu akik karena batu tersebut sangat diharapkan dapat
mempertahankan kursi presiden pada masa orde baru. Akhirnya, perjalanan batin dalam
memahami sebuah negara, harus kembali dikaitkan dengan hal-hal mistis. Seolah
kedudukan diktator sebagai petinggi negara harus mendapat restu dari batu
tersebut. Tetapi Yasmin sebagai tokoh yang rasional, akhirnya harus mengikuti
arus yang terjadi pada saat itu dan rela anaknya menjadi korban pencurian Si
Tuyul yang berkeinginan mencuri batu akik yang ada padanya.
Pemahaman terhadap rasa cinta yang
ditawarkan dalam novel tersebut juga memiliki rasa yang beraneka ragam.
Bagaimana kemudian akhirnya Yasmin dapat mencintai Maya seperti Saman mencintai
Upi. Seperti ketika Yasmin mulai memandang jiwa Saman ada pada Samantha, bayi
kecil yang diyakini hasil hubungan gelapnya dengan Saman. Bagimana akhirnya ia
membuat pengakuan: Akhirnya aku bisa
mencintaimu dengan cinta seorang perempuan kepada lelaki yang dilukai.
Perlahan-lahan aku akan mengerti tentang ketelanjangan yang pernah kau katakan.
Ialah ketelanjangan di mana birahi tidak dicari, tapi juga tak disangkai. Ada
cinta di mana kita tak menyentuh (Utami, 2013: 247). Bagaimana akhirnya
dalam perjalanan tersebut Yasmin mengenal Parang Jati yang menjawab teka-teki
tentang keberadaan Saman. Tentang rasa cinta yang akhirnya membuat Yasmin
menemukan peta kehidupannya sendiri di padepokan Suhubudi.
0 komentar:
Posting Komentar